Okita.News, -SOPPENG -Seorang keluarga pasien di Rumah Sakit Umum Daerah Latemmamala Soppeng, berinisial "I" mengungkapkan kekecewaannya terhadap sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) setelah mendapati adanya denda pelayanan yang cukup besar saat keluarganya akan menjalani rawat inap. Kejadian ini berlangsung pada Rabu (25/6).
"I" mempertanyakan dasar penyebab munculnya denda pelayanan cukup pantastis yang tiba-tiba harus dibayarkan kepada BPJS Kesehatan.
Menanggapi keluhan ini, Kepala BPJS Kesehatan Soppeng, Nurwahdaniyah As'ad, SKM, MM, AAK, menjelaskan bahwa Menurutnya, denda pelayanan ini mengacu pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2018 Pasal 42. Ia menjelaskan beberapa poin penting dari pasal tersebut, diantaranya,
* Pemberhentian Sementara Jaminan, Apabila peserta atau pemberi kerja tidak membayar iuran hingga akhir bulan, penjaminan peserta akan diberhentikan sementara mulai tanggal satu bulan berikutnya.
* Tanggung Jawab Pemberi Kerja, Jika pemberi kerja belum melunasi tunggakan iuran, mereka wajib bertanggung jawab penuh atas biaya pelayanan kesehatan pekerjanya saat dibutuhkan.
* Pengaktifan Kembali Kepesertaan, Status kepesertaan dapat aktif kembali jika peserta telah membayar iuran bulan tertunggak maksimal 24 bulan dan membayar iuran untuk bulan saat peserta ingin mengakhiri pemberhentian sementara.
* Pembayaran Denda, Dalam waktu 45 hari sejak status kepesertaan aktif kembali, peserta yang sebelumnya mengalami pemberhentian sementara diwajibkan membayar denda kepada BPJS Kesehatan untuk setiap pelayanan kesehatan rawat inap tingkat lanjutan yang diperoleh.
"Jadi, pembayaran denda pelayanan, berdasarkan perintah dokter apabila akan dilakukan rawat inap jika ingin ditanggung program JKN, berdasarkan perpres, ayat 4 dan 5," jelas Nia.
Terkait besaran denda, Nia menambahkan bahwa ini diatur dalam Perpres Nomor 59 Tahun 2024. Denda yang dimaksud adalah sebesar 5% (persen) dari perkiraan biaya paket INA-CBGs, dikalikan dengan berapa bulan tertunggak (maksimal 12 bulan), dengan nilai denda maksimal Rp20.000.000 (dua puluh juta rupiah).
Setelah mendapatkan penjelasan dari BPJS Kesehatan, "I" menyoroti peran dokter dalam mendiagnosa pasien. Mengingat perhitungan denda pelayanan tergantung pada hasil diagnosa dokter, yaitu persentase biaya dikalikan dengan bulan keterlambatan pembayaran. "I" berharap para dokter dapat bersikap profesional dan objektif dalam pemeriksaan. Ia khawatir akan adanya oknum dokter yang sengaja menyebut hasil pemeriksaan INA-CBGs dengan persentase yang lebih besar, yang otomatis akan mengakibatkan denda pelayanan lebih tinggi", tegasnya.
Sekedar diketahui, INA-CBGs (Indonesia - Case Based Groups) atau yang sebelumnya dikenal dengan INA-SBJ (Indonesia - Sistem Biaya Jaminan) sistem pembayaran klaim BPJS Kesehatan yang menggunakan metode klasifikasi berbasis kasus untuk menentukan biaya perawatan pasien.
Editor: Sahar